Setelah disetujui oleh DPR-RI pada Rapat
Paripurna, 19 Desember 2013, Rancangan Undang-Undang (RUU) Aparatur Sipil
Negara (ASN) pada 15 Januari 2014 telah disahkan oleh Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono menjadi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil
Negara.
Berikut Pokok-Pokok dari UU No. 5/2014
tentang ASN:
I. Jenis, Status, dan
Kedudukan
Pegawai ASN terdiri atas: a. Pegawai
Negeri Sipil (PNS); dan b. Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
PNS sebagaimana dimaksud merupakan Pegawai ASN yang diangkat sebagai pegawai
tetap oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) dan memiliki nomor induk pegawai
secara nasional. Adapun PPPK merupakan Pegawai ASN yang diangkat sebagai
pegawai dengan perjanjian kerja oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) sesuai
dengan kebutuhan Instansi Pemerintah dan ketentuan Undang-Undang ASN.
"Pegawai ASN berkedudukan sebagai
unsur aparatur negara, yang melaksanakan kebijakan yang ditetapkan oleh
pimpinan Instansi Pemerintah, harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua
golongan dan partai politik," bunyi Pasal 8 dan Pasal 9 Ayat (1,2)
Undang-Undang ini.
II. Jabatan ASN
Jabatan ASN terdiri atas: a. Jabatan
Administrasi; b. Jabatan Fungsional; dan c. Jabatan Pimpinan Tinggi.
Jabatan Administrasi sebagaimana
dimaksud terdiri atas: a. Jabatan administrator; b. Jabatan pengawas; dan c.
Jabatan pelaksana.
Pejabat dalam jabatan administrator
menurut UU ini, bertanggung jawab memimpin pelaksanaan seluruh kegiatan
pelayanan publik serta administrasi pemerintahan dan pembangunan. Adapun
pejabat dalam jabatan pengawas bertanggung jawab mengendalikan pelaksanaan
kegiatan yang dilakukan oleh pejabat pelaksana; sementara pejabat dalam jabatan
pelaksana melaksanakan kegiatan pelayanan publik serta administrasi
pemerintahan dan pembangunan.
"Setiap jabatan sebagaimana
dimaksud ditetapkan sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan," bunyi Pasal
16 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 ini.
Sedangkan Jabatan Fungsional dalam ASN
terdiri atas jabatan fungsional keahlian dan jabatan fungsional ketrampilan.
Untuk jabatan fungsional keahlian terdiri atas: a. Ahli utama; b. Ahli madya;
c. Ahli muda; dan d. Ahli pertama. Sementara jabatan fungsional ketrampilan
terdiri atas: a. Penyelia; b. Mahir; c. Terampil; dan d. Pemula.
Untuk jabatan Pimpinan Tinggi terdiri
atas: a. Jabatan pimpinan tinggi utama; b. Jabatan pimpinan tinggi madya; dan
c. Jabatan pimpinan tinggi pratama.
Jabatan Pimpinan Tinggi berfungsi
memimpin dan memotivasi setiap Pegawai ASN pada Instansi Pemerintah melalui: a.
Kepeloporan dalam bidang keahlian profesional; analisis dan rekomendasi
kebijakan; dan kepemimpinan manajemen; b. Pengembangan kerjasama dengan
instansi lain; dan c. Keteladanan dalam mengamalkan nilai dasar ASN, dan melaksanakan
kode etik dan kode perilaku ASN.
"Untuk setiap jabatan Pimpinan
Tinggi ditetapkan syarat kompetensi, kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan
pelatihan, rekam jejak jabatan dan integritas, serta persyaratan lain yang
dibutuhkan," bunyi Pasal 19 Ayat (3) UU ini sembari menambahkan, ketentuan
lebih lanjut mengenai kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan pelatihan, rekam
jejak jabatan dan integritas, serta persyaratan lain yang dibutuhkan diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Menurut UU ini, jabatan ASN diisi dari
Pegawai ASN. Adapun jabatan ASN tertentu dapat diisi dari: a. Prajurit TNI; dan
anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).
III. Hak dan
Kewajiban
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 ini
menegaskan, PNS berhak memperoleh: a. Gaji, tunjangan, dan fasilitas; b. Cuti;
c. Jaminan pensiun dan jaminan hari tua; d. Perlindungan; dan e. Pengembangan
kompetensi. Adapun PPPK berhak memperoleh: a. Gaji dan tunjangan; b. Cuti; c.
Perlindungan; dan d. Pengembangan kompetensi.
Sedangkan kewajiban ASN: a. Setia dan
taat kepada Pancasila, UUD Tahun 1945, NKRI, dan pemerintah yang sah; b.
Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa; c. Melaksanakan kebijakan yang
dirumuskan pejabat pemerintah yang berwenang; d. Menaati ketentuan peraturan
perundang-undangan; e. Melaksanakan tugas kedinasan dengan penuh pengabdian,
kejujuran, kesadaran, dan tanggung jawab; f. Menunjukkan integritas dan
keteladanan dalam sikap, perilaku, ucapan dan tindakan kepada setiap orang,
baik di dalam maupun di luar kedinasan; g. Menyimpan rahasia jabatan dan hanya
dapat mengemukakan rahasia jabatan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan;
dan h. Bersedia ditempatkan di seluruh wilayah NKRI.
"Ketentuan lebih lanjut mengenak
hak PNS, hak PPPK, dan kewajiban Pegawai ASN diatur dengan Peraturan
Pemerintah," bunyi Pasal 24 UU. No. 5/2014 ini.
IV.
Kelembagaan
Presiden selaku pemegang kekuasaan
pemerintahan tertinggi dalam kebijakan, pembinaan profesi, dan Manajemen
Aparatur Sipil Negara (ASN). Untuk menyelenggaraan kekuasaan dimaksud, Presiden
mendelegasikan kepada:
a. Kementerian Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrrasi (PAN-RB) berkaitan dengan kewenangan perumusan
dan penetapan kebijakan, koordinasi dan sinkronisasi kebijakan, serta
pengawasan atas pelaksanaan kebijakan ASN;
b. Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN)
berkaitan dengan kewenangan monitoring dan evaluasi pelaksanaan kebijakan dan
Manajemen ASN untuk menjamin perwujudan Sistem Merit serta pengawasan terhadap
penerapan asas kode etik dan kode perilaku ASN;
c. Lembaga Administrasi Negara (LAN)
berkaitan dengan kewenangan penelitian, pengkajian kebijakan Manajemen ASN,
pembinaan, dan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan ASN; dan
d. Badan Kepegawaian Negara (BKN)
berkaitan dengan kewenangan penyelenggaraan Manajemen ASN, pengawasan dan
pengendalian pelaksanaan norma, standar, prosedur, dan kriteria Manajemen ASN.
"Menteri PAN-RB berwenang
menetapkan kebijakan di bidang pendayagunaan Pegawai ASN," bunyi Pasal 26
Ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 itu.
Undang-Undang ini menyebutkan,
kebijakan dimaksud termasuk di antaranya kebutuhan Pegawai ASN secara nasional,
skala penggajian, tunjangan Pegawai ASN, sistem pensiun PNS, pemindahan PNS
antarjabatan, antardaerah, dan antar instansi.
KASN
Menurut genai pasal 27 UU No. 5/2014
ini, KASN merupakan lembaga ninstrukturan yang mandiri dan bebas dari
intervensi politik untuk menciptakan Pegawai ASN yang profesional dan
berkinerja, memberikan pelayanan secara asil dan netral, serta menjadi perekat
dan pemersatu bangsa.
"KASN berkedudukan di ibu kota
negara," bunyi Pasal 29 UU ini.
Adapun tugas KASN adalah: a. Menjaga
netralitas Pegawai ASN; b. Melakukan pengawasan atas pembinaan profesi ASN; dan
c. Melaporkan pengawasan evaluasi pelaksanaan kebijakan Manajemen ASN kepada
Presiden.
Dalam melaksanakan tugasnya, KASN dapat
melakukan penelusuran data dan informasi terhadap Sistem Merit dalam kebijakan
dan Manajemen ASN pada Instansi Pemerintah; melakukan pen gawasan terhadap
pelaksanaan fungsi Pegawai ASN sebagai pemersatu bangsa; menerima laporan
pelanggaran norma dasar serta kode etik dan kode perilaku Pegawai ASN;
melakukan penelusuran data dan informasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan
pelanggaran norma dasar serta kode etik dan kode perilaku Pegawai ASN; dan
melakukan upaya pencegahan pelanggaran norma dasar serta kode etik dan kode
perilaku Pegawai ASN.
KASN berwenang: a. Mengawasi setiap
tahapan proses pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi mulai dari pembentukan panitia
seleksi, pengumuman lowongan, pelaksanaan seleksi, pengumuman nama calon,
penetapan, dan pelantikan Pejabat Pimpinan Tinggi; b. Mengawasi dan
mengevaluasai penerapan asas, nilai dasar kode etik dan kode perilaku Pegawai
ASN; c. Meminta informasi dari pegawai ASN dan masyarakat mengenai laporan
pelanggaran norma dasar serta kode etik dan kode perilaku Pegawai ASN; c.
Memeriksa dokumen terkait pelanggaran Pegawai ASN; dane. Meminta klarifikasi
dan/atau dokumen yang diperlukan dari Instansi Pemerintah untuk pemeriksaan
laporanatas pelanggaraan Pegawai ASN.
"KASN berwenang untuk memutuskan
adanya pelanggaran kode etik dan kode perilaku Pegawai ASN untuk disampaikan
kepada Pejabat Pembina Kepegawaian dan Pejabat yang Berwenang untuk wajib
ditindaklanjuti," bunyi Pasal 32 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014
itu.
Terhadap hasil pengawasan yang tidak
ditindaklanjuti, KASN merekomendasikan kepada Presiden untuk menjatuhkan sanksi
terhadap Pejabat Pembina Kepegawaian dan Pejabat yang berwenang yang melanggar
prinsip Sistem Merit dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Susunan dan Seleksi KASN
Menurut Pasal 35 UU ini, KASN terdiri
atas 1 (satu) orang ketua merangkap anggota, 1 (satu) orang wakil ketua
merangkap anggota, dan 5 (lima) anggota.
"KASN dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya dibantu oleh asisten dan Pejabat Fungsional keahlian yang
dibutuhkan," bunyi Pasal 36 Ayat (1) UU No. 5/2014 ini. Sementara pada
Pasal 37 disebutkan, KASN dibantu oleh Sekretariat yang dipimpin oleh seorang
kepala sekretariat, yang berasal dari Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Anggota KASN terdiri dari unsur
pemerintah dan/atau non pemerintah, berusia paling rendah 50 tahun pada saat
mendaftarkan diri sebagai calon anggota KASN; tidak sedang menjadi anggota
partai politik dan/atau tidak sedang menduduki jabatan politik, mampu secara
jasmani dan rohani untuk melaksanakan tugas; memiliki kemampuan, pengalaman,
dan/atau pengetahuan di bidang manajemen sumber daya manusia; berpendidikan
paling rendah strata dua (S2) di bidang administrasi negara, manajemen sumber
daya manusia, kebijakan publik, ilmu hukum, ilmu pemerintahan, dan/atau S2 di
bidang lain yang memiliki pengalaman di bidang manajemen Sumber Daya Manusia.
Anggota KASN diseleksi dan diusulkan
oleh tim seleksi yang beranggotakan 5 (lima) orang yang dibentuk oleh Menteri
PAN-RB. Tim seleksi dipimpin oleh Menteri dan melakukan tugas selama 3 (tiga)
bulan sejak pengangkatan.
"Presiden menetapkan ketua, wakil
ketua, dan anggota KASN dari anggota KASN terpilih yang diusulkan oleh tim
seleksi," bunyi Pasal 40 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 ini,
sementara di Pasal 40 Ayat (2) disebutkan, Ketua, Wakil Ketua, dan anggota KASN
ditetapkan dan diangkat oleh Presiden untuk masa jabatan 5 (lima) tahun dan
hanya dapat diperpanjang untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
V. Mutasi,
Penggajian, dan Pemberhentian
Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014
tentang Aparatur Sipil Negara disebutkan, setiap Pegawai Negeri Sipil (PNS)
dapat dimutasi tugas dan/atau lokasi dalam 1 (satu) Instansi Pusat, antar
Instansi Pusat, 1 (satu) Instansi Daerah, antar Instansi Daerah, antar Instansi
Pusat dan Instansi Daerah, dank e perwakilan Negara Kesatuan Republik Indonesia
di luar negeri.
Mutasi PNS dalam satu Instansi Pusat
atau Instansi Daerah dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian; antar kabupaten/kota
dalam satu provinsi ditetapkan oleh Gubernur setelah memperoleh pertimbangan
kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN); antar kabupaten/kota antar provinsi, dan
antar provinsi ditetapkan oleh Menteri PAN-RB setelah memperoleh pertimbangan
kepala BKN; mutasi PNS provinsi/kabupaten/kota ke Instansi Pusat atau
sebaliknya ditetapkan oleh Kepala BKN; dan mutasi PNS antar Instansi Pusat
ditetapkan oleh Kepala BKN.
"Mutasi PNS dilakukan dengan
memperhatikan prinsip larangan konflik kepentingan," bunyi Pasal 73 Ayat
(7) UU. No. 5/2014 ini.
Pasal 79 UU ini menegaskan, pemerintah
wajib membayar gaji yang adil dan layak kepada PNS serta menjamin Kesejahteraan
PNS. Gaji dibayarkan sesuai dengan beban kerja, tanggung jawab, dan resiko
pekerjaan.
Selain gaji, PNS juga menerima
tunjangan dan fasilitas, yang meliputi tunjangan kinerja (dibayarkan sesuai
pencapaian kinerja) dan tunjangan kemahalan (dibayarkan sesuai dengan tingkat
kemahalan berdasarkan indeks harga di daerah masing-masing).
"Ketentuan lebih lanjut mengenai
gaji, tunjangan kinerja, tunjangan kemahalan, dan fasilitas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 79 dan Pasal 80 diatur dengan Peraturan Pemerintah,"
bunyi Pasal 81 UU ini.
Undang-Undang ini juga menegaskan, PNS
yang telah menunjukkan kesetiaan, pengabdian, kecakapan, kejujuran,
kedisiplinan, dan prestasi kerja dalam melaksanakan tugasnya dapat diberikan
penghargaan berupa: a. tanda kehormatan; b. kenaikan pangkat istimewa; c.
kesempatan prioritas untuk pengembangan kompetensi; dan/atau d. kesempatan
mengadiri acara resmi dan/atau acara kenegaraan.
Adapun PNS yang dijatuhi sanksi
administrative tingkat berat berupa pemberhentian tidak dengan hormat, dicabut
haknya untuk memakai tanda kehormatan berdasarkan undang-undang ini.
VI. Pemberhentian
Mengenai pemberhenti, UU ASN ini
menyebutkan, bahwa PNS diberhentikan dengan hormat karena: a. meninggal dunia;
b. atas permintaan sendiri; c. mencapai batas usia pension; d. perampingan
organisasi atau kebijakan pemerintah yang mengakibatkan pensiun dini; atau e.
tidak cakap jasmani dan/atau rohani sehingga tidak dapat menjalankan tugas dan
kewajiban.
Selain itu, PNS dapat diberhentikan
dengan hormat atau tidak diberhentikan karena hukuman penjara berdasarkan
putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan
tindak pidana dengan hukuman pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan
pidana yang dilakukan tidak berencana.
PNS juga dapat diberhentikan dengan
hormat tidak atas permintaan sendiri karena melakukan pelanggaran disiplin PNS
tingkat berat.
Adapun PNS diberhentikan dengan tidak
hormat karena: a. melakukan penyelewengan terhadap Pancasila dan UUUD 1945; b.
dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan
atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan dan/atau
pidana umum; c. menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik; dan d.
dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum
tetap karena melakukan tindak pidana dengan pidana penjara paling singkat 2
(dua) tahun dan pindana yang dilakukan dengan berencana.
Pasal 88 Undang-Undang Nomor 5 Tahun
2014 ini menyebutkan, PNS diberhenikan sementara apabila: a. diangkat menjadi
pejabat negara; b. diangkat menjadi komisioner atau anggota lembaga non
structural; atau c. ditahan karena menjadi tersangka tindak pidana.
"Pengaktifan kembali PNS yang
diberhentikan sementara dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian," bunyi
Pasal 88 Ayat (2) UU No. 5/2014 ini.
Adapun mengenai Batas Usia Pensiun
(BUP), pasal 90 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 ini meyebutkan, yaitu: a. 58
(lima puluh delapan) tahun bagi Pejabat Administrasi; b. 60 (enam puluh) tahun
bagi Pejabat Pimpinan Tinggi; dan c. sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan bagi Pejabat Fungsional.
PNS yang berhenti bekerja, menurut
Pasal 91 UU ini, berhak atas jaminan pensiun dan jaminan hari tua sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
"PNS diberikan jaminan pensiun
apabila: a. meninggal dunia; b. atas permintaan sendiri dengan usia dan masa
kerja tertentu; c. mencapai batas usia pension; d. perampingan organisasi atau
kebijakan pemerintah yang mengakibatkan pensiun dini; atau e. tidak cakap
jasmani dan/atau rohani sehingga tidak dapat menjalankan tugas dan
kewajiban," bunyi Pasal 91 Ayat (2) UU ini.
Disebutkan dalam UU ini, jaminan
pension PNS dan jaminan hari tua PNS diberikan sebagai perlindungan
kesinambungan penghasilan hari tua, sebagai hak dan sebagai penghargaan atas
pengabdian PNS. Jaminan pensiun dan jaminan hari tua sebagaimana dimaksud
mencakup jaminan pensiun dan jaminan hari tua yang diberikan dalam program
jaminan sosial nasional.
VII.
Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014
tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) menegaskan, pengisian jabatan pimpinan
tinggi utama dan madya pada kementerian, kesekretariatan lembaga negara,
lembaga nonstruktural, dan Instansi Daerah dilakukan secara terbuka dan kompetitif
di kalangan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan memperhatikan syarat kompetensi,
kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan latihan, rekam jejak jabatan, dan
integritas serta persyaratan lain yang dibutuhkan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
"Pengisian jabatan pimpinan tinggi
utama dan masdya sebagaimana dimaksud dilakukan pada tingkat nasional,"
bunyi Pasal 108 Ayat (2) UU tersebut.
Adapun pengisian jabatan pimpinan
tinggi pratama dilakukan secara terbuka dan kompetitif di kalangan PNS, yang
dilakukan secara terbuka dan kompetitif pada tingkat nasional atau
antarkabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi.
Menurut UU No. 5/2014 ini, jabatan
pimpinan tinggi utama dan madya tertentu dapat berasald ari kalangan non-PNS
dengan persetujuan Presiden yang pengisiannya dilakukan secara terbuka dan
kompetitif serta ditetapkan dalam Keputusan Presiden.
Selain itu, jabatan pimpinan tinggi
dapat pula diisi oleh prajurit TNI dan anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia (Polri) setelah mengundurkan diri adari dinas aktif apabila
dibutuhkan dan sesuai dengan kompetensi yang ditetapkan melalui proses secara
terbuka dan kompetitif.
Adapun untuk jabatan pimpinan tinggi di
lingkungan Instansi Pemerintah tertentu dapat diisi oleh prajurit TNI dan
anggota Polri sesuai dengan kompetensi berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
"Pengisian jabatan pimpinan tinggi
dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian dengan terlebih dahulu membentuk
panitia seleksi Instansi Pemerintah, yang terdiri dari unsur internal maupun
eksternal Instansi Pemerintah yang bersangkutan," bunyi Pasal 110 Ayat
(1,3) UU tersebut.
Dalam UU ini juga ditegaskan, dalam
membentuk panitia seleksi pengisian jabatan pimpinan tinggi, Pejabat Pembina
Kepegawaian berkoordinasi dengan Komite Aparatur Sipil Negara (KASN).
Ketentuan mengenai pengisian jabatan
pimpinan tinggi ini dapat dikecualikan pada Instansi Pemerintah yang telah
menerapkan Sistem Merit dalam pembinaan pegawai ASN dengan persetujuan KASN.
"Instansi Pemerintah yang telah menerapkan Sistem Merit dalam pembinaan
Pegawai ASN, wajib melaporkan secara berkala kepada KASN untuk mendapatkan
persetujuan baru," bunyi Pasal 111 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 tahun
2014 itu.
VII.a. Pengisian
Jabatan Pimpinan Tinggi di Instansi Pusat
Untuk pengisian jabatan pimpinan tinggi
utama dan/atau madya, panitia seleksi Instansi Pemerintah memilih 3 (tiga) nama
calon untuk setiap 1 (sayu) lowongan jabatan. Tiga nama calon pejabat yang
ter[ilih disampaikan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian. Selanjutnya, Pejabat
Pembina Kepegawaian mengusulkan 3 (tiga) nama calon sebagaimana dimaksud kepada
Presiden.
"Presiden memilih 1 (satu) nama
dari 3 (tiga) nama calon yang disampaikan untuk ditetapkan sebagai pejabat
pimpinan tinggi utama dan/atau madya," bunyi Pasal 112 Ayat (4) UU ini.
Adapun untuk pengisian jabatan pimpinan
tinggi pratama dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian dengan terlebih
dahulu membentuk panitia seleksi. Selanjutnya, panitia seleksi memilih 3 (tiga)
nama untuk setiap 1 (satu) lowongan jabatan yang disanpaikan kepada Pejabat
Pembina Kepegawaian melalui Pejabat yang Berwenang (pejabat yang memiliki
kewenangan menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian pegawai ASN).
"Pejabat Pembina Kepegawaian lalu
memilih 1 (satu) dari 3 (tiga) nama calon yang diusulkan dengan memperhatikan
pertimbangan Pejabat yang Berwenang untuk ditetapan sebagai pejabat pimpinan
tinggi pratama," bunyi Pasal 113 Ayat (4) UU No. 5/2014 itu.
Untuk pengisian jabatan pimpinan tinggi
madya di tingkat provinsi dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawian dengan
terlebih dahulu membentuk panitia seleksi, yang selanjutnya memilih 3 (tiga)
nama calon untuk setiap 1 (satu) lowongan jabatan. Tiga nama calon itu
diserahkan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian untuk selanjutnya diusulkan
kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri (Mendagri). Presiden akan memilih
1 (satu) nama dari 3 (tiga) nama calon yang disampaikan untuk ditetapkan
sebagai pejabat pimpinan tinggi madya.
Adapun pengisian jabatan pimpinan
tinggi pratama dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian dengan terlebih
dahulu membentuk panitia seleksi. Selanjutnya, panitia seleksi mengusulkan 3
(tiga) nama calon untuk setiap 1 (satu) lowongan kepada Pejabat Pembina
Kepegawaian melalui Pejabat yang Berwenang. Pejabat Pembina Kepegawaian akan
memilih 1 (satu) dari 3 (tiga) nama calon untuk ditetapkan dan dilantik sebagai
pejabat pembina tinggi pratama.
"Khusus untuk pejabat pimpinan
tinggi pratama yang memimpin sekretariat daerah kabupaten/kota sebelum
ditetapkan oleh bupati/walikota dikoordinasikan dengan gubernur," bunyi
Pasal 115 Ayat (5) UU ini.
UU ini menegaskan, Pejabat Pembina
Kepegawaian dilarang mengganti pejabat pimpinan tinggi selama 2 (dua) tahun
tehritung sejak pelantikan pejabat pimpinan tinggi, kecuali pejabat pimpinan
tinggi tersebut melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan dan tidak lagi
memenuhi syarat jabatan tertentu. Selain itu, penggantian pejabat pimpinan
tinggi utama dan madya sebelum 2 (dua) tahun dapat dilakukan setelah mendapat
persetujuan Presiden.
"Jabatan pimpinan tinggi hanya
dapat diduduki paling lama 5 (lima) tahun, dan dapat diperpanjang berdasarkan
pencaaian kinerja, kesesuaian kompetensi, dan berdasarkan kebutuhan instansi
setelah mendapat persetujuan Pejabat Pembina Kepegawaian dan berkoordinasi
dengan KASN," bunyi Pasal 117 Ayat (1,2) UU No. 5/2014 itu. (ES)
VIII.
Jadi Pejabat Negara
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014
tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) menegaskan, pejabat pimpinan tinggi madya
dan pejabat pimpinan tinggi pratama yang akan mencalonkan diri menjadi gubernur
dan wakil gubernur, bupati/walikota, dan wakil walikota wajib menyatakan
pengunduran diri secara tertulis dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) sejak
mendaftar sebagai calon.
Adapun PNS yang diangkat menjadi Ketua,
Wakil Ketua, dan anggota Mahkamah Konstitusi, BPK, Komisi Yudisial. KPK; c.
Menteri dan setingkat menteri; d. Kepala Perwakilan RI di luar negeri yang
berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh; dam pejabat
negara lainnya yang ditentukan oleh Undang-Undang , menurut Pasal 123 Ayat (1)
UU ini, diberhentikan sementara dari jabatannya, dan tidak kehilangan status
sebagai PNS.
"Pegawai ASN dari PNS yang tidak
menjabat lagi sebagai pejabat negara sebagaimana dimaksud diaktifkan kembali
sebagai PNS," bunyi Pasal 123 Ayat (2) UU. No. 5/2014.
Adapun PNS yang mencalonkan diri atau
dicalonkan menjadi Presiden dan Wakil Presiden; ketua, wakil ketua, dan anggota
DPR/DPRD; gubernur dan wakil gubernur; bupati/walikota dan wakil bupati/wakil
walikota wajib menyatakan pengunduran diri secara tertulis sebagai PNS sejak
mendaftar sebagai calon.
Menurut UU ini, PNS yang tidak menjabat
lagi sebagai pejabat negara sebagaimana dimaksud pada Pasal 123 Ayat (1) dapat menduduki
jabatan pimpinan tinggi, jabatan administrasi, atau jabatan fungsional
sepanjang tersedia lowongan jabatan.
"Dalam hal tidak tersedia lowongan
jabatan, dalam waktu paling lama 2 (dua) tahun PNS yang bersangkutan
diberhentikan dengan hormat," bunyi Pasal 124 Ayat (2) UU No. 5/2014.
IX. Organisasi dan
Penyelesaian Sengketa
Pegawai ASN berhimpun dalam wadah korps
profesi Pegawai ASN Republik Indonesia, yang memiliki tujuan menjaga kode etik
profesi dan standar pelayanan profesi ASN, dan mewujudkan jiwa korps ASN
sebagai pemersatu bangsa.
Sementara untuk menjamin efisiensi,
efektivitas, dan akurasi pengambilan keputusan dalam Manajemen ASN, menurut UU
No. 5/2014 ini, diperlukan Sistem Informasi ASN, yang diselenggarakan secara
nasional dan terintegrasi antar-Instansi Pemerintah.
Sistem Informasi ASN memuat seluruh
informasi dan data pegawai ASN, yang meliputi: a.Data riwayat hidup; b. Riwayat
pendidikan formal dan non formal; c. Riwajat jabatan dan kepangkatan; d.
Riwayat penghargaan, tanda jasa, atau tanda kehormatan; e. Riwayat pengalaman
berorganisasi; f. Riwayat gaji; g. Riwayat pendidikan dan latihab; h. Daftar
penilaian prestasi kerja; i. Surat keputusan; dan j. Kompetensi.
Menurut UU ini, sengketa pegawai ASN
diselesaikan melalui upaya administratif, yang terdiri dari keberatan dan
banding administratif. Keberatan diajukan secara tertulis kepada atasan pejabat
yang berwenang menghukum dengan memuat alasan keberatan, dan tembusannya
disampaikan kepada pejabat yang berwenang mengukum; adapun banding diajukan
kepada badan pertimbangan ASN.
X. Ketentuan
Peralihan
Pada Bab Peralihan Undang-Undang Nomor
5 Tahun 2014 disebutkan, pada saat UU ini mulai berlaku, terhadap jabatan PNS
dilakukan penyetaraan:
- jabatan
eselon Ia kepala lembaga pemerintah non kementerian setara dengan jabatan
pimpinan tinggi utama;
- jabatan
eselon Ia dan eselon Ib setara dengan jabatan pimpinan tinggi madya;
- jabatan
eselon II setara dengan jabatan pimpinan tinggi pratama;
- jabatan
eselon III setara dengan jabatan administrator;
- jabatan
eselon IV setara dengan jabatan pengawas; dan
- jabatan
eselon V dan fungsional umum setara dengan jabatan pelaksana.
"Penyetaraan sampai dengan
berlakunya pelaturan pelaksanaan mengenai jabatan ASN dalam UU ini," bunyi
Pasal 131 UU tersebut.
Adapun menyangkut Sistem Informasi ASN,
menurut Pasal 133, paling lama tahun 2015 dilaksanakan secara nasional.
Sementara Pasal 134 menegaskan,
peraturan pelaksanaan UU ini harus ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun terhitung
sejak UU ini diundangkan.
Sedangkan Komite Aparatur Sipil Negara
(KASN) harus dibentuk paling lama 6 (enam) bulan Undang-Undang Nomor 5 Tahun
2014 itu diundangkan.
"Undang-Undang ini mulai berlaku
pada tanggal diundangkan," tegas Pasal 141 UU. NO. 5/2014 yang diundangkan
pada 15 Januari 2014 itu. (ES)